Adsense

Monday, June 11, 2012

Perjalanan Sejarah Persahabatan Aceh dengan Belanda


Dalam catatan sejarah terungkap bahwa ketika kerajaan Belanda memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan Spanyol ,hanya kerajaan Aceh sebagai negara pertama di dunia yang mengakui nya dan segera menjalin hubungan diplomatik sehingga terjalin hubungan bilateral yang sangat baik diantara ke dua negara yang sangat berjauhan letaknya itu.
Meskipun kedua kerajaan tersebut berbeda berbagai aspek sosial kemasyarakatnya,tetapi baik kerajaan Aceh maupun Belanda tetap menjalin kerjasama dalam bidang perdagangan, sehingga mendukung pertumbuhan perekonomian kedua kerajaan tersebut.Awalnya dari sepucuk surat Pangeran Maurit dari dinasti Oranye van Nassau pemegang tampuk kerajaan Belanda hingga Ratu abetrix sekarang yang dikirim kepada Sultan Aceh,Alauddin Riayat Syah.Surat dalam bahasa Spanyol yang berisi bujuk rayu tersebut dibawa oleh Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy dengan ekpedisi empat buah kapal yang membawa berbagai barang yang sangat berharga waktu itu sekitar 660.000 gulden nilainya.

Keempat kapal ekpedisi yang membawa barang-barang untuk dipersembahkan kepada Sultan Aceh,Sultan Alauddin Riayat Syah itu,yaitu Zelandia,Middelborgh,Langhe Bracke dan De Sanne yang berangkat dari pelabuhan Zeland pada tanggal 28 Januari 1601.Selain membawa bekal 450.000 real sebagai perbekalan juga berbagai barang berharga untuk diserahkan kepada Sultan Aceh sebagai simbol persahabatan diantara kedua kerajaan itu.Pange ran Maurit yang sedang menghimpun berbagai potensi yang ada untuk membebaskan tanah airnya dari penjaja han Spanyol dan Portugis dibawah Raja Manuel ,ingin memperluas hubungannya dengan berbagai negara termasuk Aceh dan melupakan tragedi pahit kematian Cornelis de Houtman kena rencong orang Aceh konseku wensi ketidak sopanannya tahun 1599 saat ia melakukan ekpedisinya di perairan kerajaan Aceh.
Pangeran Maurit menyadari bahwa dengan membuka hubungan diplomatik dengan kerajaan Aceh yang menguasai jalur dagang teramai di dunia,Selat Malaka,serta menguasai teritorial sepanjang pulau Sumatra hingga Pariaman di Sumatra Barat,serta Belanda dan Aceh bisa mengimbangi dominasi Portugis di Malaka sejak tahun 1511.Selama ini Belanda senantiasa terjepit oleh Portugis dan Spanyol yang bisa mengontrol jalur laut sejak dari Giblaltar(Jabal Thariq)dimulut Afrika dan Eropa pertemuan laut Tengah-Samudrea Atlantik hingga Samudra Hindia,Laut Merah,Laut Arab,Teluk Parsia,Goa,Malaka,Timor,Maluku dan Philipina.Oleh sebab itu hubungan diplomatik dengan kerajaan Aceh amat penting bagi kerajaan Belanda yang sedang mempersiapkan diri untuk me lepaskan diri dari imperialisme kerajaan Eropa selatan itu(Portugis dan Spanyol).

Pelayaran yang dilakukan Belanda sebelumnya selalu mendapat ancaman dari Portugis-Spanyol,dan jika tertangkap bisa dipastikan hukumannya sangat berat karena dituduh membantu gerakan sepatisme Belanda pimpinan Pangeran Maurit.Secara militer ,pasukan Portugis-Spanyol waktu titu sangat kuat tidak mungkin bagi Belanda untuk menghadapinya sendirian.Karenanya Belanda sangat penting menjalin hubungan diplomatiknya dengan kerajaan Aceh.
Dalam pelayarannya ke Aceh,kapal kapal Belanda singgah dulu di Afrika Timur untuk minta dukungan dari penguasa setempat yang juga sudah lama bersahabat dengan Aceh,serta untuk mengelabui dari kejaran armada Portugis dan Spanyol serta Inggris yang merajai lautan waktu itu.Setelah delapan bulan mengharungi samudera yang seringkali harus bersembunyi dari armada Portugis-Spanyol kepesisir kepulauan sepanjang pelayarannya, maka pada tanggal 25 Agustus tahun 1601 rombingan kiriman pangeran Maurit tiba di Aceh,dan setelah membaca surat tersebut dengan hati hati serta dicatat oleh sekretaris kerajaan - rombongan diterima dengan baik oleh Sultan Aceh.Surat yang ditulis pangeran Maurit di Den Haag tertanggal 11 Desember 1600 berisi antaranya adalah:Kepada beta dikabarkan pula bahwa orang orang Portugis telah mengadakan peperangan terhadp kera jaan Yang Mulia atas perintah Raja Spanyol,dengan tujuan untuk merampas negeri itu dan menjadikan warganya sebagai hamba sahaya ,sebagaimana yang demikian telah dilakukannya selama sudah lebih tigapuluh tahun dinegeri kami..”.
Kerajaan Aceh yang sejak dulu benci kepada Portugis ,sehingga sudah beberapa kali terlibat pertempuran dengannya,segera menanggapinya dengan positif dan menjajaki kemungkinan bisa berhubungan dagang dan kenegaraan dengan negeri Belanda. Sebagai realisasinya maka Sultan Aceh,Alauddin Ri ayat Syah mengirimkan duta besarnya sebagai awal pembukaan diplomatik antara Aceh dan Belanda.Para diplomat Aceh ke Belanda itu dipimpin Abdul Hamid bersama petinggi militer kerajaan Aceh,Laksamana Sri Muhammad dan Mir Hasan sebagai anggota delegasi bersama rombongan Laurens Bicker.
Dalam pelayarannya di perairan Afrika dekat pulau St.Helena rombongan bertemu dengan kapal perang Portu gis,San Yago dan pertempuran lautpun tidak terhindarkan lagi,akhirnya kapal Portugis bisa ditenggelamkan sehingga rombongan bisa melanjutkan lagi pelayarannya,dan tiba di Zeeland pad tanggal 20 Juli tahun 1602.Te tapi baru 20 hari tiba di Belanda,Abdul Hamid jatuh sakit kemungkinan karena usianya yang sudah lanjut disertai udara Belanda yang sangat dingin sehingga diplomat veteran Aceh itu meninggal dunia pada tanggal 10 Agustus 1602 dalam usia 71 tahun ,serta dimakamkan di Middleborhg dengan upacara kenegaran sebelum sempat bertemu dengan pangeran Maurit yang sedang bertempur melawan pasukan Portugis-Spanyol jauh dipedalaman yang bermarkas di Desa Grave.Selanjutnya,pada tanggal1 September 1602 Laksamana Sri Muham mad dan Mir Hasan menemui pangeran Maurit dan menyerahkan surat-surat persahabatan sekaligus dokumentasi lainnya seperti layaknya zaman modern sekarang jika utusan sebuah negara bertemu dengan kepala pemerintahan tentunya menyerahkan suarat-surat kepercayaannya mewakili negarany masing-masing.Dengan itu maka secara resmi kerajaan Aceh baik secara de facto maupun secara de jure telah mengakui kemerdekaan negeri Belanda dibawah pimpinan Pangeran Maurit dari dinasti Oranye van Nassau.Oleh sebab itu kerajaan Acehlah sebagai negara pertama yang mengakui secara defacto dan secara de jure kemerdekaan negeri Belanda yang berdiri sendiri hingga sekarang ini.Belanda akhirnya diizinkan membangun kantor dagangnya di Darussalam, ibukota kerajaan Aceh,serta atas rekomendasinya Belanda juga bisa berhubungan baik dengan negeri-negeri dipesisir India seperti Gujarad,Calikut,Benggali dan Sri Langka

Hubungan kerajaan Aceh dengan Belanda

Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda.
Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka beliau dimakamkan dengan cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu Beatrix.


Sumber [Acehpedia.org]

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih