Tawon raksasa (University of California) |
Dalam kunjungannya ke Jakarta, 14 Mei 2012, seorang pejabat Amerika
Serikat mengungkapkan pemerintahnya memberi perhatian atas laporan dari
peneliti Indonesia yang merasa hasil risetnya "dicuri" oleh ilmuwan AS.
Riset itu terkait penelitian spesies tawon langka di Pegunungan
Makongga, Sulawesi Tenggara. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menilai tindakan itu tidak saja tercela, tapi juga penghinaan bagi dunia
sains.
AS selama ini giat mempromosikan penghormatan atas hak cipta atau hak properti intelektual di mancanegara. Namun, skandal ini menjadi tantangan bagi pemerintah AS untuk konsisten menegakkan prinsipnya itu, apakah juga termasuk menghormati hak cipta peneliti dari negara lain.
Kerri Ann Jones, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Ilmiah, Kelautan, dan Lingkungan Internasional mengungkapkan Washington masih mendalami kasus pencurian riset yang melibatkan peneliti asal Universitas of California Davis, Amerika Serikat, Lynn S Kimsey. Masalah ini diharapkan tidak sampai mengganggu kerjasama sains antara AS dan Indonesia.
Lynn dituduh mencuri setelah mempublikasikan temuan spesies genus tawon baru, Megalara Garuda. Penemuan itu turut melibatkan peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah. Namun nama Rosichon tidak tercantum sebagai penulis artikel saat hasil penelitian itu dimuat pada jurnal akademik ZooKeys edisi Februari 2012.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengirimkan surat keberatan kepada pemerintah Amerika Serikat atas masalah ini. Ditanya kasus itu, Jones mengaku pemerintahnya sudah menanggapi.
"Kini dalam pembahasan. Kedua lembaga sedang bekerjasama untuk mengatasi masalah ini. Tapi, ini hanya sebagian kecil masalah," kata Jones kepada VIVAnews saat ditemui di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Senin 14 Mei 2012.
Jones tidak menjelaskan langkah apa saja yang telah diterapkan atau disiapkan pemerintah AS dalam mengusut masalah itu. Dia hanya menegaskan bahwa masalah ini akan terus dibahas dengan pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, LIPI menyatakan merasa dirugikan akibat salah satu penelitian yang dilakukan bersama peneliti asing tidak mencantumkan nama Rosichon. Hasil riset itu terlihat hanya mencantumkan dua nama peneliti asing. Mereka adalah Lynn S. Kimsey dari University of California, Davis, Amerika Serikat dan Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde, Jerman. Tulisan mereka berjudul "Megalara garuda, a new genus and species of larrine wasps from Indonesia (Larrinae, Crabronidae, Hymenoptera)."
Diunggah ke laman Pensoft.net, artikel Lynn dan Ohl itu hanya mencantumkan nama Rosichon Ubaidillah (Museum Bogorense) dalam daftar Penghargaan (Acknowledgements). Di daftar itu juga tercantum sejumlah ilmuwan yang turut membantu, seperti Brian Harris (Smithsonian Institution), and Rob de Vries (National Museum of Natural History, Leiden, Belanda) serta The U.S International Cooperative Biodiversity Group sebagai penyandang dana.
Tampaknya ini membuat tersinggung Rosichon. Walau ikut meneliti bersama Lynn soal tawon Garuda, dia merasa usahanya tidak dihargai dan menganggap masalah ini sebagai bentuk pencurian. Sebagai ahli pada Pusat Penelitian Biologi LIPI, Rosichon menganggap pencurian riset keanekaragaman hayati oleh peneliti asing bukan hanya soal kerugian materi. Namun, pencurian itu merupakan bukti tidak adanya penghargaan atas karya anak bangsa.
"Nilai kerugiannya tak berwujud, tidak dapat dimaterikan. Sulit sekali, ini soal penghargaan bangsa lain, kami sudah tidak dianggap," kata Rosichon di Gedung Zoologi Cibinong, 3 Mei 2012.
Ia menambahkan bahwa kasus pencurian ini juga sudah termasuk penghinaan. "Ini penghinaan kedaulatan sains, padahal saya murni untuk kepentingan sains," ujar Rosichon.
Minta maaf
Karena merasa tak dianggap, Rosichon sudah menyampaikan protes kepada Kimsey, rekan riset hayati di Sulawesi Tenggara. Akhir April lalu, ia menerima surat dari Lynn. "Dalam suratnya, Lynn berjanji akan kembalikan specimen ke LIPI. Ia juga sampaikan permohonan maaf dan mau mundur dari riset ini," ujarnya.
Mengingat terlanjur kecewa, Rosichon meminta Lynn mengakhiri kerja sama atas delapan riset yang masih belum dipublikasikan. "Lebih baik nama saya dan specimen dari Indonesia dikeluarkan dari paper, baru silakan Lynn publikasikan. Lupakan kerjasama," ujarnya.
Rosichon juga mengungkapkan bahwa fenomena pencurian keanekaragaman hayati melalui modus kerjasama riset seperti ini terjadi sudah terjadi dalam lima tahun terakhir. Para peneliti asing masuk dengan memanfaatkan hubungan pertemanan dengan peneliti lokal.
"Mereka memanfaatkan hubungan perkenalan," katanya yang dikenal sebagai peneliti serangga dengan spesialisasi serangga parasitoid.
Menurut Rosichon, sulit untuk mengendalikan hal tersebut karena peneliti datang dengan membawa nama pribadi. Dia meminta pihak terkait, dalam hal ini Kemenrisek, untuk menelusuri semua penelitian yang melibatkan peneliti asing. "Kalau di LIPI semua ada kesepakatannya," ujarnya.
Deputi Kepala Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Bambang Prasetya, mengungkapkan pencurian riset atau contoh sampel biasanya menggunakan modus kerjasama dengan peneliti di beberapa perguruan tinggi.
"Mereka ini bukan peneliti formal. Mereka bermodus sebagai turis ke Indonesia, terus menjalin kerjasama dengan peneliti di daerah," ujarnya seusai membuka Lokakarya Ekosistem Karst untuk Kelangsungan Hidup Bangsa di Pusat Penelitian Biologi LIPI di Cibinong 3 Mei 2012.
Bambang prihatin dengan problem ini karena akan merugikan riset biologi di Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa LIPI sudah mengirim surat kepada Bruce Alberts, Utusan Khusus Presiden AS Obama dalam bidang sains.
"Dia menaruh perhatian dalam hal ini. Kami sedang menunggu jawaban. Tapi, biasanya kultur riset di sana, peneliti yang bersangkutan akan kena hukuman," ujar Bambang. "Kalau lokusnya di Indonesia dan tidak sebut nama mitra peneliti, maka bisa ditindak," dia melanjutkan.
Soal etika kerjasama penelitian, Bambang merujuk pada kesepakatan Protokol Nagoya. Kesepakatan ini merupakan pengaturan internasional yang komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan sumber daya genetik (SDG) dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia.
"Dalam protokol ini penelitian harus melibatkan peneliti lokal dan hasil riset harus memberikan manfaat bagi penduduk lokal," ujar Bambang.
AS selama ini giat mempromosikan penghormatan atas hak cipta atau hak properti intelektual di mancanegara. Namun, skandal ini menjadi tantangan bagi pemerintah AS untuk konsisten menegakkan prinsipnya itu, apakah juga termasuk menghormati hak cipta peneliti dari negara lain.
Kerri Ann Jones, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Ilmiah, Kelautan, dan Lingkungan Internasional mengungkapkan Washington masih mendalami kasus pencurian riset yang melibatkan peneliti asal Universitas of California Davis, Amerika Serikat, Lynn S Kimsey. Masalah ini diharapkan tidak sampai mengganggu kerjasama sains antara AS dan Indonesia.
Lynn dituduh mencuri setelah mempublikasikan temuan spesies genus tawon baru, Megalara Garuda. Penemuan itu turut melibatkan peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah. Namun nama Rosichon tidak tercantum sebagai penulis artikel saat hasil penelitian itu dimuat pada jurnal akademik ZooKeys edisi Februari 2012.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengirimkan surat keberatan kepada pemerintah Amerika Serikat atas masalah ini. Ditanya kasus itu, Jones mengaku pemerintahnya sudah menanggapi.
"Kini dalam pembahasan. Kedua lembaga sedang bekerjasama untuk mengatasi masalah ini. Tapi, ini hanya sebagian kecil masalah," kata Jones kepada VIVAnews saat ditemui di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Senin 14 Mei 2012.
Jones tidak menjelaskan langkah apa saja yang telah diterapkan atau disiapkan pemerintah AS dalam mengusut masalah itu. Dia hanya menegaskan bahwa masalah ini akan terus dibahas dengan pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, LIPI menyatakan merasa dirugikan akibat salah satu penelitian yang dilakukan bersama peneliti asing tidak mencantumkan nama Rosichon. Hasil riset itu terlihat hanya mencantumkan dua nama peneliti asing. Mereka adalah Lynn S. Kimsey dari University of California, Davis, Amerika Serikat dan Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde, Jerman. Tulisan mereka berjudul "Megalara garuda, a new genus and species of larrine wasps from Indonesia (Larrinae, Crabronidae, Hymenoptera)."
Diunggah ke laman Pensoft.net, artikel Lynn dan Ohl itu hanya mencantumkan nama Rosichon Ubaidillah (Museum Bogorense) dalam daftar Penghargaan (Acknowledgements). Di daftar itu juga tercantum sejumlah ilmuwan yang turut membantu, seperti Brian Harris (Smithsonian Institution), and Rob de Vries (National Museum of Natural History, Leiden, Belanda) serta The U.S International Cooperative Biodiversity Group sebagai penyandang dana.
Tampaknya ini membuat tersinggung Rosichon. Walau ikut meneliti bersama Lynn soal tawon Garuda, dia merasa usahanya tidak dihargai dan menganggap masalah ini sebagai bentuk pencurian. Sebagai ahli pada Pusat Penelitian Biologi LIPI, Rosichon menganggap pencurian riset keanekaragaman hayati oleh peneliti asing bukan hanya soal kerugian materi. Namun, pencurian itu merupakan bukti tidak adanya penghargaan atas karya anak bangsa.
"Nilai kerugiannya tak berwujud, tidak dapat dimaterikan. Sulit sekali, ini soal penghargaan bangsa lain, kami sudah tidak dianggap," kata Rosichon di Gedung Zoologi Cibinong, 3 Mei 2012.
Ia menambahkan bahwa kasus pencurian ini juga sudah termasuk penghinaan. "Ini penghinaan kedaulatan sains, padahal saya murni untuk kepentingan sains," ujar Rosichon.
Minta maaf
Karena merasa tak dianggap, Rosichon sudah menyampaikan protes kepada Kimsey, rekan riset hayati di Sulawesi Tenggara. Akhir April lalu, ia menerima surat dari Lynn. "Dalam suratnya, Lynn berjanji akan kembalikan specimen ke LIPI. Ia juga sampaikan permohonan maaf dan mau mundur dari riset ini," ujarnya.
Mengingat terlanjur kecewa, Rosichon meminta Lynn mengakhiri kerja sama atas delapan riset yang masih belum dipublikasikan. "Lebih baik nama saya dan specimen dari Indonesia dikeluarkan dari paper, baru silakan Lynn publikasikan. Lupakan kerjasama," ujarnya.
Rosichon juga mengungkapkan bahwa fenomena pencurian keanekaragaman hayati melalui modus kerjasama riset seperti ini terjadi sudah terjadi dalam lima tahun terakhir. Para peneliti asing masuk dengan memanfaatkan hubungan pertemanan dengan peneliti lokal.
"Mereka memanfaatkan hubungan perkenalan," katanya yang dikenal sebagai peneliti serangga dengan spesialisasi serangga parasitoid.
Menurut Rosichon, sulit untuk mengendalikan hal tersebut karena peneliti datang dengan membawa nama pribadi. Dia meminta pihak terkait, dalam hal ini Kemenrisek, untuk menelusuri semua penelitian yang melibatkan peneliti asing. "Kalau di LIPI semua ada kesepakatannya," ujarnya.
Deputi Kepala Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Bambang Prasetya, mengungkapkan pencurian riset atau contoh sampel biasanya menggunakan modus kerjasama dengan peneliti di beberapa perguruan tinggi.
"Mereka ini bukan peneliti formal. Mereka bermodus sebagai turis ke Indonesia, terus menjalin kerjasama dengan peneliti di daerah," ujarnya seusai membuka Lokakarya Ekosistem Karst untuk Kelangsungan Hidup Bangsa di Pusat Penelitian Biologi LIPI di Cibinong 3 Mei 2012.
Bambang prihatin dengan problem ini karena akan merugikan riset biologi di Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa LIPI sudah mengirim surat kepada Bruce Alberts, Utusan Khusus Presiden AS Obama dalam bidang sains.
"Dia menaruh perhatian dalam hal ini. Kami sedang menunggu jawaban. Tapi, biasanya kultur riset di sana, peneliti yang bersangkutan akan kena hukuman," ujar Bambang. "Kalau lokusnya di Indonesia dan tidak sebut nama mitra peneliti, maka bisa ditindak," dia melanjutkan.
Soal etika kerjasama penelitian, Bambang merujuk pada kesepakatan Protokol Nagoya. Kesepakatan ini merupakan pengaturan internasional yang komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan sumber daya genetik (SDG) dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia.
"Dalam protokol ini penelitian harus melibatkan peneliti lokal dan hasil riset harus memberikan manfaat bagi penduduk lokal," ujar Bambang.
Informasi yg bermanfaat, dan hanya sekedar ingin bertanya anda Follower blog EFA yg keberapa?????
ReplyDelete