ExxonMobil (Photo :Reuters) |
BANDA ACEH | Provinsi Aceh yang dikenal salah satu wilayah penghasil
minyak dan gas bumi pada 2011 mampu memberi kontribusi hasil minyak
mencapai 1,7 juta barel. Data yang dirilis Indonesian Corruption Watch
(ICW) menyebutkan lifting minyak tersebut sebagian besar dihasilkan dari
eksplorasi minyak di beberapa lokasi di Aceh yang dilakukan sejumlah
perusahaan, termasuk ExxonMobil Oil.
“Exxon Mobil menguasi sekitar 70 persen minyak di Aceh dan sekitar 90 persen untuk gas,” kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas pada Pelatihan Menghitung Dana Bagi Hasil Migas yang dilaksanakan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh di Hotel The Pade, Aceh Besar, Rabu (7/11). Pelatihan yang diikuti sejumlah perwakilan LSM serta wartawan ini juga dibahani Koordinator Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Maryati Abdullah.
Menurutnya jumlah penjualan/lifting minyak 1,7 juta barel tersebut merupakan data tahun 2011 dengan tingkat penjualan secara nasional mencapai 337 juta barel. Menurut Firdaus keberadaan ExxonMobil Oil di Aceh sesuai kontrak direncanakan selama 30 tahun. Berdasarkan dokumen, pada 6 Juli 1989 Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) dan Mobil Oil Indonesia menandatangani Production Sharing Contract (PSC) untuk B Block. Kontrak tersebut berlaku efektif sejak tanggal 4 Oktober 1998 untuk masa kontrak selama 30 tahun. Sedangankan pembagian hasil untuk kondensat; pemerintah mendapat 71,153 persen sedangkan EMOII; 28,8462 persen. Sementara pembagian bagi hasil untuk gas alam (natural gas) yaitu untuk natural gas eks Arun Field untuk ekspor pemerintah mendapat 51,9231 persen, EMOII 48,0769 persen. Sedangkan untuk untuk gas eks Arun Field untuk domestik pemerintah mendapat 42,3077 persen dan EMOII 57,6923 persen.
Firdaus menyebutkan penghitungan bagi hasil migas antara pemerintah pusat, daerah dan kontraktor harus diawasi. Pengawasan dapat dilakukan sejak penandatanganan kontrak.
“Perjanjiaan kontrak merupakan salah satu dokumen penting karena di sana ada banyak informasi yang bisa kita peroleh,” tegasnya.
Dia mengakui memang agak sulit untuk mendapat akses data dan dokumen kontrak maupun berbagai skema tentang pembagian dan perhitungan bagi hasil migas.
Koordinator Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Maryati Abdullah mejelaskan berbagai hal teknis terkait transparansi industri ekstraktif yang dikelola perusahaan. (sar)
“Exxon Mobil menguasi sekitar 70 persen minyak di Aceh dan sekitar 90 persen untuk gas,” kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas pada Pelatihan Menghitung Dana Bagi Hasil Migas yang dilaksanakan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh di Hotel The Pade, Aceh Besar, Rabu (7/11). Pelatihan yang diikuti sejumlah perwakilan LSM serta wartawan ini juga dibahani Koordinator Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Maryati Abdullah.
Menurutnya jumlah penjualan/lifting minyak 1,7 juta barel tersebut merupakan data tahun 2011 dengan tingkat penjualan secara nasional mencapai 337 juta barel. Menurut Firdaus keberadaan ExxonMobil Oil di Aceh sesuai kontrak direncanakan selama 30 tahun. Berdasarkan dokumen, pada 6 Juli 1989 Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) dan Mobil Oil Indonesia menandatangani Production Sharing Contract (PSC) untuk B Block. Kontrak tersebut berlaku efektif sejak tanggal 4 Oktober 1998 untuk masa kontrak selama 30 tahun. Sedangankan pembagian hasil untuk kondensat; pemerintah mendapat 71,153 persen sedangkan EMOII; 28,8462 persen. Sementara pembagian bagi hasil untuk gas alam (natural gas) yaitu untuk natural gas eks Arun Field untuk ekspor pemerintah mendapat 51,9231 persen, EMOII 48,0769 persen. Sedangkan untuk untuk gas eks Arun Field untuk domestik pemerintah mendapat 42,3077 persen dan EMOII 57,6923 persen.
Firdaus menyebutkan penghitungan bagi hasil migas antara pemerintah pusat, daerah dan kontraktor harus diawasi. Pengawasan dapat dilakukan sejak penandatanganan kontrak.
“Perjanjiaan kontrak merupakan salah satu dokumen penting karena di sana ada banyak informasi yang bisa kita peroleh,” tegasnya.
Dia mengakui memang agak sulit untuk mendapat akses data dan dokumen kontrak maupun berbagai skema tentang pembagian dan perhitungan bagi hasil migas.
Koordinator Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Maryati Abdullah mejelaskan berbagai hal teknis terkait transparansi industri ekstraktif yang dikelola perusahaan. (sar)
Sumber : Serambinews
No comments:
Post a Comment
Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih