Adsense

Sunday, June 23, 2013

Merekonstruksi Hikayat Aceh

Salah satu hikayat yang memiliki peran besar dalam pengembangan Islam di Aceh adalah Malem Diwa.



DALAM masyarakat Aceh ada kesenian yang disebut haba jameun dan hikayat Aceh. Keduanya sangat sulit dibedakan, namun dapat diklasifikasikan ke dalam cerita rakyat.  Bila kita lihat dari segi isinya, haba jameun lebih kepada cerita-cerita yang diwarisi dari masa lampau baik dari Aceh maupun dari luar Aceh tapi tidak memiliki unsur historis.

Sedangkan hikayat dilihat dari segi isinya mengandung cerita-cerita yang pernah terjadi di Aceh serta memiliki nilai historis yang sangat berharga. Sejarah mencatat ada sekitar seratus jumlah hikayat pernah hidup di Aceh. Oleh karena sifat hikayat yang demikian, maka kajian mengenai hikayat sangat membantu untuk menggambarkan sejarah masyarakat Aceh di masa  silam.

Hikayat merupakan sebuah karya sastra Aceh berbentuk puisi atau syair. Istilah hikayat diambil dari bahasa Arab, 'hikayah' yang bermakna cerita.

Hikayat pertama kali muncul pada abad ke-19 yang ditulis oleh Tgk Muhammad Pante Kulu, atau yang lebih dikenal dengan Teungku Chiek Pante Kulu.

Kriteria penulisan hikayat diawali dengan mukadimah, puji syukur kepada Allah dan selawat salam kepada Rasulullah. Kemudian diiringi dengan pesan-pesan nasehat dan diakhiri dengan penutup.

Secara garis besar hikayat Aceh dapat diklasifikasikan kedalam dua kolompok, yaitu hikayat Epik dan non-Epik.

Bila kita berbicara tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, hikayat Aceh merupakan satu hal yang tidak boleh dinafikan. Hal ini menunjukkan peran hikayat cukuplah besar dalam menjembatani masuk dan berkembangnya Islam di Aceh.

Sejarah mencatat sebelum Islam masuk ke Aceh, mayoritas rakyat Aceh saat itu menganut Agama Hindu. Pada saat itu pengaruh Agama Hindu hanya dikokohkan dengan menceritakan cerita rakyat dengan cara berhikayat. Maka timbullah inisiatif dari para penyiar Agama Islam saat itu untuk mempengaruhi rakyat Aceh yang sedang menganut paham Hindu supaya mencintai agama baru ini (Islam).

Adalah satu cara efektif yang mereka lakukan saat itu dengan menyelipkan unsur Islamisasi dalam hikayat tersebut. Upaya penyelipan unsur Islamisasi dalam hikayat kala itu tidaklah mudah. Karena dalam menyelipkan unsur Islam harus memperhatikan dua unsur yang lain. Pertama menjaga jalan cerita sehingga tidak merusak nilai-nilai seninya, dan yang kedua sisipan tersebut harus sehemat mungkin sehingga alur cerita tetap terjaga.

Di sisi lain masyarakat yang sedang menganut paham Hindu tidak merasa terkejut saat mendengarnya. Tapi bisa menjadi semacam suguhan bagi mereka. Ternyata menyiarkan Islam melalui hikayat sangat membantu mereka saat itu. Salah satu hikayat yang memiliki peran besar dalam pengembangan Islam di Aceh adalah hikayat Malem Diwa.

Hikayat Malem Diwa adalah sebuah hikayat yang pernah dipandang sakti oleh penganut paham Hindu saat itu. Karena hampir semua isinya diwarnai unsur Hindu. Tapi dalam masa yang sangat singkat hikayat Malem Diwa mampu diadopsi menjadi hikayat Islami.

Setelah Islam tersebar dan dikenal luas di Aceh melalui hikayat Malem Diwa, barulah lahir hikayat Kanca Mara. Nama hikayat ini diambil dari nama seorang pemuda yang mampu mengalahkan Ratu Hindu dalam perdebatan kebenaran aAgama Hindu dan Islam.

Setelah Islam memiliki tempat berpijak yang kokoh. Para generasi Islam selanjutnya sudah dengan tegas menolak pemahaman Hindu. Pada masa ini lahirlah hikayat Poetroe Peurekison. Nama hikayat ini diambil dari nama seorang putri yang berani menentang ajakan ayahnya untuk memeluk Hindu.

Langkah seperti ini ternyata masih memerlukan tindak lanjut berupa satu usaha mendirikan masyarakat Islam yang kokoh di bawah satu ikatan yang kuat. Dalam hal ini kontribusi raja-raja Aceh yang sudah memeluk Islam sangatlah dibutuhkan. Sehingga para raja pun bersedia untuk menulis hikayat yang diwarnai dengan paham Islam yang kemudian diberikan kepada keturunannya.

Di samping berperan sebagai jembatan dalam mengembangkan Islam, hikayat Aceh saat itu juga difungsikan sebagai pembangkit semangat peperangan, seperti hikayat Perang Sabi. Hikayat ini telah mendorong pejuang-pejuang Aceh untuk memilih mati syahid dari pada hidup berdampingan dengan Kafir Belanda.

Hatta Srikandi Aceh sendiri Tjut Nyak Dhien telah menidurkan anaknya dengan nafas hikayat jihad ini. Di antara bait hikayat yang pernah beliau dendangkan untuk menidurkan anaknya adalah:

Dô dô idé
Jantông até beu rijang raya
Beu jeuët aneuk kamat beudé
Jak prang kaphé cang Beulanda.
Do do da idi
Bijèh sawi dalam kaca
Beu rijang rayek banta cut di
Gantoë abi parôh Beulanda

Oleh karena pengaruh hikayat yang sangat tajam dalam pengembangan Islam sudah membuat mayoritas rakyat Aceh saat itu mampu membaca dan menciptakan hikayat. Mulai dari anak-anak, pemuda, orang tua, bahkan kaum wanita pun ikut andil dalam berhikayat. Ruh hikayat ini sudah menyatu dengan jiwa mereka.

Adapun cara yang mereka lakukan untuk melestarikan hikayat ini antara lain; membiasakan diri untuk berhikayat, menjadikan hikayat sebagai bentuk hiburan, budaya berhikayat selalu dihadirkan pada even-even tertentu, seperti Meurukoen dan Preh Lintoe Baroe.. Sehingga hikayat ini terus saja terwarisi kepada generasi berikutnya.

Namun akibat perkembangan zaman yang telah melahirkan berbagai macam sastra modern seperti novel dan cerpen telah membuat hikayat ini terabaikan. Kemajuan di bidang industri film, radio, televisi dan media cetak yang telah memberi berbagai macam hiburan dan bahan bacaan semakin membuat kepopuleran sastra Aceh ini berdebu.

Sejarah juga menyebutkan hikayat Aceh mulai terabaikan sebelum tahun 90- an. Tapi di awal tahun 1991 - 1995 bau hikayat ini kembali bisa dirasakan oleh masyarakat Aceh. Pada saat ini telah lahir kembali beberapa putra Aceh yang punya andil dalam berhikayat seperti Teungku Andan PM Toh.

Akan tetapi sastra hikayat pada abad ini sangat jarang dipublikasikan, paling hanya pada acara-acara besar saja. Seperti acara yang dihadiri pejabat-pejabat tinggi. Ruh serta kepribadian rakyat Aceh pada abad ini sudah jarang kita dapatkan yang bisa berhikayat apa lagi menciptakannya.

Adapun faktor yang membuat sastra hikayat ini kian memudar antara lain; lahirnya sastra melayu yang ditulis dengan tulisan yang moderat. Kurangnya media yang mau mempublikasikannya, tidak ada mata pelajaran khusus tentang hikayat yang diajarkan di sekolah SD, SMP, SMA, bahkan di perguruan tinggi sekalipun.

Upaya Rekonstruksi

Literatur sejarah menyebutkan bahwa indatu kita  telah menjadikan hikayat sebagai harta warisan.  Mereka juga telah berhasil mengembangkan Islam di bumi Aceh dengan meggunakan hikayat sebagai media dakwah. Bahkan kejayaan Aceh di abad yang silam terindikasi dengan hikayat ini (UU Hamidy 1982).

Krisis atau resesi hikayat yang sudah sampai pada taraf darurat seperti saat ini perlu ditabur penawarnya. Salah satu penawar yang sangat ampuh bila dilihat dari kemajuan zaman sekarang ini adalah media. Kesediaan media untuk mempublikasi hikayat Aceh merupakan salah satu cara ampuh untuk memperlambat terhadap kepunahannya.

Upaya rekonstruksi hikayat Aceh juga merupakan salah satu cara untuk membuka kembali pemikiran orang Aceh yang berasumsi bahasa Aceh hanya bahasa pergaulan semata. Sehingga mereka tahu bahasa Aceh sejak dulu sudah lahir dalam bentuk tulisan.

Para generasi muda Aceh postmodern yang sudah larut dalam bahasa Indonesia pun mengetahui cara penulisan bahasanya sendiri. Suatu saat nanti kita harapkan bahasa Aceh selalu terwarisi baik dari segi pengucapan maupun tulisan kepada generasi selanjutnya.

Di lihat dari segi isinya hikayat mengandung nilai moral, adat, dan agama perlu untuk dipublikasikan. Kita berharap kepada media-media di Aceh  agar menyediakan rubrik khusus untuk menulis hikayat. Sehingga sastra hikayat ini selalu terpelihara dan tidak berdebu. Bagi generasi yang akan hidup pada masa setelah kita pun bisa mengetahui akan budaya-budaya nenek moyangnya. Semoga!


* Mahasiswa Universitas Al-Azhar Cairo, Berprofesi sebagai pemerhati sastra hikayat Aceh di KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) Mesir, email: mmd_jhon@yahoo.co.id

Source : The Atjeh Post

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih