Tan Sri Dato’ Sri Sanusi bin Junid (Foto: The New Strait Times) |
Mungkin banyak di antara
kita di Indonesia yang tidak menyadari sepenuhnya banyak tokoh-tokoh
politik yang menduduki tampuk pimpinan di pemerintahan Malaysia berasal
dari keturunan Indonesia. Sebut saja Perdana Menteri Najib Razak yang
berasal dari Goa Makasar, Menteri Informasi, Komunikasi dan Kebudayaan
Rais Yatim yang berdarah Minang, Menteri Pertahanan Ahmad Zahid Hamidi
yang dari keturunan Jawa, dan banyak lagi pejabat Malaysia yang kalau
kita selidiki hampir semuanya memiliki garis keturunan yang berasal dari
wilayah di Indonesia. Aceh yang kini menjadi bagian dari negara
Indonesia, juga turut menyumbang putra-putranya berkiprah dalam
pemerintahan di sana. Bahkan di luar pemerintahan, banyak tokoh Malaysia
yang berasal dari Aceh, seperti almarhum P. Ramlee legenda seni termasyur, S.M. Salim (penyanyi), Tan Sri Pendita Ismail Husein (sastrawan, ketua Dewan Bahasa Negara), Abdullah Husain (sastrawan negara) dan banyak lagi.
Salah seorang tokoh pemerintahan
Malaysia yang berasal dari Aceh adalah Tan Sri Dato’ Sri Sanusi Junid.
Beliau pernah menjadi Menteri Pertanian dan Menteri Pembangunan Negara
dan Luar Bandar semasa pemerintahan PM Tun Mahathir Mohamad. Karir
beliau cukup cemerlang, dimulai dari posisinya sebagai manajer Chartered
Bank di Seremban dan kiprah beliau sebagai anggota partai politik UMNO
telah membawa beliau menjadi anggota parlemen di usia yang muda. Beliau
dilahirkan di Yan Kampung Acheh Negeri Kedah pada 10 Juli tahun 1943. Di
wilayah Yan ini sejak dulu telah bertapak kumpulan masyarakat Aceh dan
membentuk kampung yang dikenal dengan nama Kampung Acheh. Hingga saat
ini kampung tersebut masih ada, dan diklaim sebagai satu-satunya wilayah
di luar Aceh di dunia yang penduduknya masih bertutur dalam bahasa
Aceh.
Kampong Acheh di Yan Kedah Malaysia |
Sanusi Junid berayahkan Junid
seorang rakyat Aceh yang berasal dari desa Lambhuk Aceh Besar. Junid
muda pergi merantau ke tanah Melayu dan menikah di Yan Kedah dan
seterusnya menetap dan bekerja di sana. Komunitas Aceh di negeri Kedah
cukup ramai dan berbaur dengan masyarakat setempat dengan mesra,
sehingga akhirnya diakui sebagai bagian dari bangsa Malaysia. Kondisi
serupa juga berlaku di wilayah lain yang dihuni oleh komunitas pendatang
dari wilayah Indonesia sekarang. Orang-orang Jawa banyak mendiami
wilayah Johor, Selangor dan Perak. Sedangkan komunitas Minang banyak
terdapat di Negeri Sembilan dan Melaka. Menurut cerita Tan Sri Sanusi
sendiri, komunitas Aceh di negeri Kedah sangat kuat keinginannya untuk
maju. Pada anak-anak Aceh usia sekolah telah ditanamkan dalam benak
mereka untuk belajar dengan keras. Mereka dipaksa untuk bersaing kuat
dalam pembelajaran di sekolah. Targetnya, setiap ranking 1-8 dalam
kelas, harus dikuasai oleh anak-anak Aceh. Jika tidak mencapai target,
maka akan mendapat hukuman. Hukumannya, kalau malam tidak boleh tidur di
rumah, melainkan tidur di meunasah (semacam balai di samping surau) dan
sepanjang malam mengulang pelajaran dan mengaji di sana. Hasilnya
memang nyata, anak-anak Aceh mendominasi dalam pelajaran di kelas-kelas.
Dalam lingkungan seperti itulah Sanusi Junid dibesarkan dan tumbuh
menjadi sosok yang mandiri, berkemauan keras dan cerdas tentunya. Sanusi
Junid muda sangat energik, antusias dan gila kerja. Segala macam
kehidupan beliau alami dalam proses pertumbuhan beliau, seperti menjadi
caddy golf, membuka restauran, dan banyak lagi aktifitas yang menyumbang
kepada kemandirian dan keupayaan Sanusi kelak dalam berkarir.
Profil Sanusi Junid sangat unik
dan menarik untuk diketahui. Beliau mampu mengecap pendidikan tinggi di
bidang perbankan di London dan Jerman tanpa mendapat bantuan beasiswa
resmi dari pemerintah Malaysia, melainkan dengan usaha-usaha dan lobi
pribadi yang dimilikinya. Pergaulannya yang luas dan luwes telah membawa
beliau mengenal banyak kalangan di banyak bidang. Sebagai tokoh muda
organisasi beliau telah lama mengenal tokoh muda Indonesia di masanya,
seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amin Rais, dan lain-lain.
Dengan mantan PM Tun Mahathir
Mohamad, beliau ternyata telah saling mengenal lama. Beliau berjumpa
dengan Dr. Mahathir di Langkawi Kedah, ketika beliau berusia 13 tahun
dan sakit gigi dibawa oleh ayahnya Junid ke praktik dokter Mahathir. Di
situlah pertemuan pertama Sanusi dengan dokter Mahathir muda yang masih
berpraktek sebagai dokter umum di sana. Hubungan mereka terus bersambung
dengan manis ibarat hubungan bapak-anak sampai sekarang. Sanusi Junid
sangat kagum kepada personaliti Mahathir, dan kesetiaan Sanusi terhadap
Mahathir sangat kentara sampai kini.
Tan Sri Sanusi Junid bersama sang mentor Tun Dr. Mahathir Mohamad (Foto: IAAS) |
Sebagai putra Aceh, beliau
sangat bangga dengan tanah leluhurnya. Dibuktikan dengan kefasihan
beliau dalam bertutur bahasa Aceh. Hubungannya yang harmonis dengan
tokoh-tokoh Aceh telah mencuri hati Teungku Daud Beureu-eh (pemimpin
ulama kharismatik Aceh dan pernah menjadi Gubernur Militer Aceh, Karo
dan Langkat di masa Sukarno) untuk menjadikan cucunya sebagi istri
Sanusi. Perkawinan mereka dilangsungkan di Jakarta pada tahun 1971 dan
dihadiri oleh tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Mohamad Hatta,
Muhammad Natsir, Syafrudin Prawiranegara dan lain-lain.
Jabatan prestisius terakhir yang
beliau emban adalah sebagai Presiden Universiti Islam Antarbangsa
Malaysia (UIAM) antara tahun 2000-2008. Dan tahun lalu beliau mendapat
anugerah Doktor Honoris Causa dari Universiti Utara Malaysia. Kini, di
hari tuanya, memasuki usia 70-an tahun, beliau masih tetap sehat dan
aktif dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Beliau masih sering
memberi ceramah dan nasihat kepada para pelajar Aceh yang belajar di
Malaysia, memompa semangat kaum muda Aceh untuk belajar sungguh-sungguh
dan nantinya kembali ke Aceh untuk mengabdi dan membangun Aceh yang
lebih baik di masa depan.
Di sela-sela waktu yang luang beliau aktif menulis blog di www.sanusijunid.blogspot.com,
yang berisi tulisan beliau tentang pengalaman beliau selama mengabdi
membangun negara Malaysia. Banyak juga pengalaman beliau yang
bersentuhan dengan Indonesia ditulis dalam blog tersebut, sehingga dapat
menjadi rujukan berharga kepada kita di Indonesia untuk melihat sudut lain hubungan Indonesia-Malaysia. Bahkan salah satu tulisan beliau khusus mengangkat tentang hubungan dengan Indonesia
dari perspektif pribadi beliau, dan cukup banyak lagi tulisan yang
berisi pengalaman pribadi beliau yang bersentuhan langsung dengan
tokoh-tokoh utama pemerintah Indonesia, seperti Pak Harto, Habibie, A.R.
Ramly, Bustanil Arifin, Sudharmono, LB Murdani, Try Sutrisno, dan
banyak lagi. Kisah beliau tersebut direkam dalam sebuah tulisan panjang
diberi judul Om Bus Dalam Kenangan.
Melihat pengalaman dan sejarah
ketokohan Tan Sri Sanusi Junid selama ini, cukup layak jika beliau kita
nobatkan sebagai salah seorang tokoh serumpun Indonesia-Malaysia.
No comments:
Post a Comment
Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih