Adsense

Sunday, July 8, 2012

Meriam dari Aceh


PADA suatu hari, sebuah kapal tiba di Batavia membawa meriam (lihat van Rijckevorsel. Brieven uit Insulinde. 's Gravenhage: Martinus Nijhoff. 1878). Meriam dari Aceh. Bukan hanya satu, tetapi setidak-tidaknya enam buah meriam yang paling bagus. Pasti lebih banyak meriam yang dirampas dari gerilyawan Aceh, tetapi enam meriam yang dibawa ke Batavia hanya yang istimewa saja.

Salah satu meriam terbuat dari perunggu dengan ukiran-ukiran halus di sekelilingnya. Meriam itu merupakan hadiah dari Jacobus II dari Inggris untuk Sultan Aceh. Nama raja Inggris (?) terukir pula di meriam itu. Meriam lain adalah pemberian dari salah satu Sultan Turki. Ukiran di meriam dari Turki lebih indah lagi dari yang sebelumnya.

Meriam ketiga hampir 5 meter panjangnya. Sepuluh ekor kerbau diperlukan untuk menarik gerobak yang mengangkut merian itu! Meriam lain lagi betul-betul istimewa. Meriam yang berukuran pendek itu-panjangnya tak sampai dua meter-namun bermoncong lebar. Konon, meriam pendek,yang dindingnya luar biasa tebalnya itu, biasa digunakan untuk menembakkan peluru-peluru batu yang besar.

Walaupun orang Belanda sebetulnya sudah agak patah semangat menghadapi semangat juang orang Aceh, petinggi-petinggi di Batavia tidak merasa perlu membuat acara khusus untuk menyambut meriam-meriam yang sangat istimewa itu. Hanya kerbau-kerbau yang menarik gerobak-gerobak pengangkut meriam dan beberapa serdadu membentuk arak-arakan yang tidak disengaja di jalan dari pelabuhan.

Tak ada seorang pun yang berhenti sejenak untuk mengagumi bukti kepahlawanan tentara-tentara Belanda di Aceh. Van Rijckevorsel menggerutu karena tampaknya tak ada orang pribumi di Batavia yang percaya bahwa Aceh sudah dikalahkan oleh Belanda.

Lihatlah! Kata seorang perempuan Belanda kepada pembantunya. Meriam-meriam itu membuktikan betapa hebatnya tentara Belanda yang mengalahkan orang Aceh! Sang pembantu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Ah, njonja! Itu bukan rampasan perang tentara Belanda! Meriam-meriam itu pergi sendiri meninggalkan Kraton Aceh karena mereka ingin melihat Batavia! Pastilah meriam-meriam itu juga ingin melihat Negeri Belanda karena sebentar lagi mereka akan dibawa ke sana!" Dan, si njonja Belanda pun terdiam (barangkali kesal?) mendengar cemooh pembantunya.

Pada suatu hari, sebuah kapal tiba di Batavia membawa serdadu-serdadu dari Aceh. Lelaki-lelaki itu sama sekali tidak tampak sebagai pahlawan-pahlawan yang membuat orang Aceh bertekuk lutut! Hujan deras yang tercurah dari langit di atas Batavia membuat serdadu-serdadu Belanda yang berpakaian compang-camping itu dan langkah-langkah yang lesu, membuat mereka seperti orang-orang yang kalah perang! Barangkali memang demikianlah adanya. (KOMPAS.COM)

(frieda.amran@yahoo.com, pendiri Wariss: Warisan Insan di Selatan Sumatera)
 

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih