Pelabuhan Krueng Geukuh |
BANDA ACEH | Kepala Bidang Perdagangan Dalam dan Luar Negeri (PDLN)
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Aceh, Nurdin mengatakan
bahwa saat ini pihaknya sedang menyusun langkah guna meminta kepada
pemerintah pusat untuk memasukkan salah satu pelabuhan di Aceh untuk
dapat melakukan kegiatan impor barang tertentu.
"Saat ini Aceh kan memiliki kekhususan sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA), namun dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 tahun 2010, maka Aceh tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas impor produk barang tertentu melalui pelabuhan di Aceh," katanya kepada Bisnis Aceh hari ini, Kamis.
Sebagaimana diketahui, Permendag RI Nomor 57 tahun 2010 yang masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2012 nanti, mengatur beberapa hal, yakni, impor produk tertentu, yaitu makanan dan minuman, alas kaki, pakain jadi, mainan anak-anak, elektronika, obat tradisional dan herbal serta kosmetik hanya dapat diimpor oleh produk tertentu (IT Produk Tertentu).
Kemudian dijelakan bahwa, produk tertentu tersebut hanya dapat diimpor melalui 7 (tujuh) pelabuhan laut di Indonesia, yakni, Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Emas di Semarang, Sukarno Hatta di Makasar, Dumai di Dumai, Jayapura di Jayapura dan seluruh pelabuhan Udara Iternasional.
Dalam Permedag tersebut jelas bahwa pelabuhan di Aceh tidak perboleh melakukan kegiatan impor produk sebagaimana ketentuan diatas, dan hal ini sangat merugikan Aceh sebagai daerah yang memilik Undang-undang Pemerintahan Aceh.
Menurut Nurdin, pada awalnya maksud dari Permendag 57 tahun 2012 itu bertujuan ingin melindungi produk lokal di Indonesi sebagai akibat gempuran produk China.
"Awalnya semangat dari Permendag tersebut untuk membangkitkan industri lokal atas maraknya gempuran impor produk China," jelasnya.
Ia menjelaskan, bahwa jika dinilai dari aspek kerugian dalam bentuk materi, Aceh tidak dirugikan, hanya saja Aceh tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan impor barang tertentu sebagaimana aturan Permendag tersebut.
"Karenanya, saat ini dibawah Kepemimpinan Gubernur Aceh, pihak Disperindag telah meminta kepada Gubernur untuk melakukan langkah-langkah agar nantinya pelabuhan di Aceh dapat dimasukkan sebagai salah satu pelabuhan untuk kegiatan impor barang tertentu tersebut,"
Selain itu, ujarnya, selama ini Pemerintah Aceh telah berulang kali menyurati Menteri Perdagangan terkait dengan aturan ini.
"Tapi surat kita tidak pernah ditanggapi serius oleh pusat," tuturnya.
Ia menceritan bahwa sejak dari tahun 2009 Pemerintah Aceh sudah menyurati Menteri Perdagangan, namun tidak pernah direspon.
"Mungkin kemarin suratnya tidak sampai ke tangan Menteri, sehingga saat ini kami dari Disperindagkop meminta kepada Bapak Gubernur agar langsung mengantarkan surat permintaan ini ke Menteri langsung, hal ini juga dikarenakan batas waktu aturan ini sudah akan habis pada tanggal 31 Desember 2012 ini," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh Firmandez mengatakan bahwa kekhususan yang dimiliki Aceh sangat dirugikan dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomo 57 tahun 2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
"Jelas Aceh sangat dirugikan dengan adanya Permendag itu," kata Firmandez hari ini di Banda Aceh, Kamis.
Ia menjelaskan selama ini kargo yang masuk ke Pelabuhan Kuala Langsa dan Krueng Geukuh tidak dapat membawa tidak dapat membawa barang-barang sesuai dengan ketentuan Permendag tersebut, sehingga para importir dari Malaysia enggan masuk ke Aceh.
"Padahal Aceh secara geografis sangat diuntungkan, jika Permendag tersebut juga mengatur bawa pelabuhan di Aceh masuk dalam ketentuan aturan tersebut," ujarnya.
Untuk itu, tambahnya Gubernur Aceh harus menseriusi persoalan ini, agar kegiatan impor dapat dilakukan, dan salah satu pelabuhan laut di Aceh harus masuk dalam ketentuan tersebut.
"Setidaknya pelabuhan Krueng Geukuh atau Pelabuhan Malahayati dapat masuk dalam aturan tersebut," tandasnya.
"Saat ini Aceh kan memiliki kekhususan sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA), namun dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 tahun 2010, maka Aceh tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas impor produk barang tertentu melalui pelabuhan di Aceh," katanya kepada Bisnis Aceh hari ini, Kamis.
Sebagaimana diketahui, Permendag RI Nomor 57 tahun 2010 yang masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2012 nanti, mengatur beberapa hal, yakni, impor produk tertentu, yaitu makanan dan minuman, alas kaki, pakain jadi, mainan anak-anak, elektronika, obat tradisional dan herbal serta kosmetik hanya dapat diimpor oleh produk tertentu (IT Produk Tertentu).
Kemudian dijelakan bahwa, produk tertentu tersebut hanya dapat diimpor melalui 7 (tujuh) pelabuhan laut di Indonesia, yakni, Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Emas di Semarang, Sukarno Hatta di Makasar, Dumai di Dumai, Jayapura di Jayapura dan seluruh pelabuhan Udara Iternasional.
Dalam Permedag tersebut jelas bahwa pelabuhan di Aceh tidak perboleh melakukan kegiatan impor produk sebagaimana ketentuan diatas, dan hal ini sangat merugikan Aceh sebagai daerah yang memilik Undang-undang Pemerintahan Aceh.
Menurut Nurdin, pada awalnya maksud dari Permendag 57 tahun 2012 itu bertujuan ingin melindungi produk lokal di Indonesi sebagai akibat gempuran produk China.
"Awalnya semangat dari Permendag tersebut untuk membangkitkan industri lokal atas maraknya gempuran impor produk China," jelasnya.
Ia menjelaskan, bahwa jika dinilai dari aspek kerugian dalam bentuk materi, Aceh tidak dirugikan, hanya saja Aceh tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan impor barang tertentu sebagaimana aturan Permendag tersebut.
"Karenanya, saat ini dibawah Kepemimpinan Gubernur Aceh, pihak Disperindag telah meminta kepada Gubernur untuk melakukan langkah-langkah agar nantinya pelabuhan di Aceh dapat dimasukkan sebagai salah satu pelabuhan untuk kegiatan impor barang tertentu tersebut,"
Selain itu, ujarnya, selama ini Pemerintah Aceh telah berulang kali menyurati Menteri Perdagangan terkait dengan aturan ini.
"Tapi surat kita tidak pernah ditanggapi serius oleh pusat," tuturnya.
Ia menceritan bahwa sejak dari tahun 2009 Pemerintah Aceh sudah menyurati Menteri Perdagangan, namun tidak pernah direspon.
"Mungkin kemarin suratnya tidak sampai ke tangan Menteri, sehingga saat ini kami dari Disperindagkop meminta kepada Bapak Gubernur agar langsung mengantarkan surat permintaan ini ke Menteri langsung, hal ini juga dikarenakan batas waktu aturan ini sudah akan habis pada tanggal 31 Desember 2012 ini," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh Firmandez mengatakan bahwa kekhususan yang dimiliki Aceh sangat dirugikan dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomo 57 tahun 2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
"Jelas Aceh sangat dirugikan dengan adanya Permendag itu," kata Firmandez hari ini di Banda Aceh, Kamis.
Ia menjelaskan selama ini kargo yang masuk ke Pelabuhan Kuala Langsa dan Krueng Geukuh tidak dapat membawa tidak dapat membawa barang-barang sesuai dengan ketentuan Permendag tersebut, sehingga para importir dari Malaysia enggan masuk ke Aceh.
"Padahal Aceh secara geografis sangat diuntungkan, jika Permendag tersebut juga mengatur bawa pelabuhan di Aceh masuk dalam ketentuan aturan tersebut," ujarnya.
Untuk itu, tambahnya Gubernur Aceh harus menseriusi persoalan ini, agar kegiatan impor dapat dilakukan, dan salah satu pelabuhan laut di Aceh harus masuk dalam ketentuan tersebut.
"Setidaknya pelabuhan Krueng Geukuh atau Pelabuhan Malahayati dapat masuk dalam aturan tersebut," tandasnya.
Sumber : Bisnis Aceh
No comments:
Post a Comment
Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih