Adsense

Wednesday, November 14, 2012

DPR Aceh Menjawab Kontroversi Qanun Wali Nanggroe


BANDA ACEH | Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah dan Wakil Ketua, Sulaiman Abda beserta Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, langsung menjumpai para demonstran Aneuk Barat Selatan (ABAS) yang menolak qanun Wali Nanggroe di depan gedung DPRA, Rabu 14 November 2012.
Menurut Abdullah Saleh, hak imunitas yang melekat pada Wali Nanggroe di Aceh bukan berarti tidak boleh disentuh oleh hukum sama sekali. Menurutnya, hak imutas tersebut sama dengan hak imunitas yang ada pada anggora DPR, yaitu diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Bukan tanpa batas, ada batasnya, tidak ada yang absolut, sama dengan hak imunitas yang ada pada anggota DPR, ada peraturan yang mengaturnya,” kata Abdullah Saleh, yang juga ketua tim Panitia Khusus qanun Wali Nanggroe DPR Aceh.

Abdullah Saleh mengatakan, Qanun Wali Nanggroe mempunyai landasan yang kuat, yaitu Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan MoU Helsinki, yang merupakan hasil dari perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005.

“Landasan konstitusionalnya adalah pasal 18b Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Abdullah Saleh, yang tidak terima jika dikatakan Qanun Wali Nanggroe melanggar konstitusi Republik Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Abdullah Saleh meminta kepada semua pihak untuk tidak ragu sedikitpun tentang Qanun  Wali Nanggroe.
“Termasuk kepada aparat intelijen yang mungkin ada di sini, kabarkan kepada semua pihak jangan ada keraguan sedikitpun dengan Qanun Wali Nanggroe,” ujarnya.
Anggota DPR Aceh yang berasal dari pantai barat selatan Aceh ini juga menyatakan syarat bisa berbahasa Aceh tidak diskriminasi. Menurutnya, yang dimaksud dengan bahasa Aceh dalam persyaratan menjadi Wali Nanggroe adalah bahasa yang hidup dan tumbuh dan berkembang di Aceh.
“Semua bahasa yang ada di Aceh, termasuk bahasa Jamee, Gayo, dan lainnya yang ada di Aceh,” ujarnya secara tegas di depan para demonstran.

Terkait dengan tidak adanya syarat membaca Alquran dalam qanun tersebut, Abdullah Saleh menyatakan tata cara pemilihan Wali Nanggroe berbeda dengan pemilihan dalam pemilu pada umumnya.
Menurutnya, wali nanggroe akan dipilih oleh Majelis Mufti, Tuha Peut dan Tuha Lapan. Tim ini yang nantinya akan menilai dan memilih Wali Nanggroe. Menurut anggota Fraksi Partai Aceh ini, Wali Nanggroe juga akan dinilai tingkat pemahaman agama oleh tim, termasuk pemahaman Islam yang mendalam.
“Kita berkaca pada pemilihan khalifah pada zaman Umar bin Khatab,” ujar Abdullah Saleh.

Sumber  : The Atjeh Post

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih