BANDA ACEH | Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah dan Wakil Ketua, Sulaiman
Abda beserta Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, langsung menjumpai para
demonstran Aneuk Barat Selatan (ABAS) yang menolak qanun Wali Nanggroe
di depan gedung DPRA, Rabu 14 November 2012.
Menurut Abdullah Saleh, hak imunitas yang melekat pada Wali Nanggroe di
Aceh bukan berarti tidak boleh disentuh oleh hukum sama sekali.
Menurutnya, hak imutas tersebut sama dengan hak imunitas yang ada pada
anggora DPR, yaitu diatur menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
“Bukan tanpa batas, ada batasnya, tidak ada yang absolut, sama dengan
hak imunitas yang ada pada anggota DPR, ada peraturan yang mengaturnya,”
kata Abdullah Saleh, yang juga ketua tim Panitia Khusus qanun Wali
Nanggroe DPR Aceh.
Abdullah Saleh mengatakan, Qanun Wali Nanggroe mempunyai landasan yang
kuat, yaitu Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan MoU Helsinki,
yang merupakan hasil dari perdamaian antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005.
“Landasan konstitusionalnya adalah pasal 18b Undang-Undang Dasar 1945,”
ujar Abdullah Saleh, yang tidak terima jika dikatakan Qanun Wali
Nanggroe melanggar konstitusi Republik Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Abdullah Saleh meminta kepada semua pihak untuk tidak ragu sedikitpun tentang Qanun Wali Nanggroe.
“Termasuk kepada aparat intelijen yang mungkin ada di sini, kabarkan
kepada semua pihak jangan ada keraguan sedikitpun dengan Qanun Wali
Nanggroe,” ujarnya.
Anggota DPR Aceh yang berasal dari pantai barat selatan Aceh ini juga
menyatakan syarat bisa berbahasa Aceh tidak diskriminasi. Menurutnya,
yang dimaksud dengan bahasa Aceh dalam persyaratan menjadi Wali Nanggroe
adalah bahasa yang hidup dan tumbuh dan berkembang di Aceh.
“Semua bahasa yang ada di Aceh, termasuk bahasa Jamee, Gayo, dan
lainnya yang ada di Aceh,” ujarnya secara tegas di depan para
demonstran.
Terkait dengan tidak adanya syarat membaca Alquran dalam qanun
tersebut, Abdullah Saleh menyatakan tata cara pemilihan Wali Nanggroe
berbeda dengan pemilihan dalam pemilu pada umumnya.
Menurutnya, wali nanggroe akan dipilih oleh Majelis Mufti, Tuha Peut
dan Tuha Lapan. Tim ini yang nantinya akan menilai dan memilih Wali
Nanggroe. Menurut anggota Fraksi Partai Aceh ini, Wali Nanggroe juga
akan dinilai tingkat pemahaman agama oleh tim, termasuk pemahaman Islam
yang mendalam.
“Kita berkaca pada pemilihan khalifah pada zaman Umar bin Khatab,” ujar Abdullah Saleh.
Sumber : The Atjeh Post
No comments:
Post a Comment
Berikan komentar Anda untuk menilai setiap isi postingan, Admin melarang keras komentar yang berisi hal Porno,SARA/Rasis.
Terimakasih